RESUME Kajian tgl.5 november 2015, Ustd. Harry santosa
Bismillahirrahmanirrahiem…
malam ini barangkali kita berdiskusi rileks saja ya, untuk mendengar pengalaman dan curhat bunda sekalian dalam keseharian mendidik anak anak, lalu kita belajar bersama menemukan dan menggali hal hal mendasar yang sering kita lupakan dalam menjalani peran sebagai orangtua sehingga sering mengundang berbagai masalah dalam mendidik yang semestinya tidak perlu terjadi.
Anak anak kita sesungguhnya bukan milik kita, dan bukti bahwa kita bukan yang menciptakan mereka adalah bahwa kita tidak pernah tahu apa sesungguhnya “purpose” anak anak kita di muka bumi. Barangkali anak kita lahir dengan perencanaan dan mungkin juga banyak yang lahir tanpa perencanaan. Tetapi Allah SWT pasti punya rencana/purpose terhadap kelahiran anak anak kita di muka bumi. Maka tugas kita adalah menemani anak anak kita menemukan alasan keberadaannya di muka bumi. Semua alasan keberadaan anak anak di muka bumi pada galibnya sebenarnya nampak dari sifat bawaan atau karakteristiknya sejak lahir. Inilah yang terekam dalam fitrah tiap anak, kami menyebutnya fitrah bakat. Dalam konsep Islam tidak ada anak yang lahir seperti piring kosong atau kertas kosong, tetapi mereka lahir sudah terinstal fitrah, diantaranya fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat, fitrah gender, fitrah estetika, fitrah perkembangan dstnya. Maka pendidikan sesungguhnya adalah proses menemani anak anak kita untuk membangkitkan semua fitrahnya itu agar mencapai peran peradaban atau puspose penciptaan Allah SWT.
Amanah pendidikan fitrah anak ini khusus dibebankan kepada orangtua dan akan ditanya dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Karenanya pendidikan anak tidak boleh didelegasikan dan dioutsource kepada siapapun.
Ini pengantar dari saya, silahkan bertanya atau menambahkan atau menanggapiย
โ
Tanya :
Ustad bagaimana karakteristik dominan anak usia 7-8 thn dan bagaimana cara menghadapi usia tsb?
Jawab :
Bunda yang baik,
Sebelumnya mohon maaf, saya masih sering menemukan kata2 tidak ramah fitrah dalam mendidik anak, misalnya “bagaimana menghadapi”, “bagaimana mengatasi”, “bagaimana menangani”, “bagaimana mengisi” dstnya.
Sekali lagi mohon maaf, kata kata ini sebenarnya banyak dipengaruhi oleh pendekatan negatif, bahwa anak anak kita kosong, kurang, rentan, lemah dstnya.ย
Akibatnya, dalam merancang pendidikan anak anak kita, nanti kita lebih cenderung mendominasi, mengintervensi, mendikte, dll yang ujungnya adalah obsesif, panik dan stress sendiri.
Sesungguhnya anak anak akan bersikap sebagaimana kita memandang mereka, begitu bukan?
Maka bahasanya mulai kita rubah menjadi bagaimana menemani, bagaimana mendorong (encourage), bagaimana berempati, bagaimana mendengar dengan telinga, hati, dan kaki atas keunikan cara merasa, cara berfikir, cara bertindak anak anak kita dstnya.
Bahasa seperti ini lebih menenangkan dan full syukur dan ridha, ketimbang bahasa2 negatif yang kita sering dengar dari dunia persekolahan.
Sejak Uisa 7 tahun, anak kita sudah mulai bergeser dari dominan ego sentris, perlahan ke sosio sentris. Setelah pada usia sebelumnya, dirinya adalah pusat semesta, kini anak anak mulai menyadari bahwa dirinya adalah makhluk sosial, ada dunia di luar dirinya, baik alam, manusia maupun Tuhan. Karenanya di usia ini anak mulai punya tanggungjawab sosial secara bertahap. Mereka harus mulai menyadari bahwa ada hukum dan konsekuensi di alam sekitarnya.
Karenanya secara syariah, sholat mulai dikenalkan sebagai perintah pada usia ini.
Usia 7- 10 adalah golden age bagi perkembangan fitrah belajar, maka anak anak di usia ini sangat suka belajar terutama eksplorasi di alam terbuka, suka petualangan dsbnya.
Peran ortu pada tahap ini adalah sebagai Guide.
Kedekatan pada usia 7-10, anak lelaki didekatkan ke ayah, krn ada peran2 sosial spt sholat berjamaah dll yang “lelaki banget”.
Sementara anak perempuan didekatkan ke bunda dengan alasan yang sama.
โ
ย Tanya :Menghadapi anak yg mulai beranjak remaja membuat orangtua belajar menjadi temannya…sampai batas dimana kita bertindak sebagai orangtua dan sampai batas mana kita bertindak sebagai teman ?
ย Jawab :
Bunda yang baik,
Sesungguhnya Istilah remaja (adolescence / Teenager) tidak pernah dikenal Islam, bahkan menurut Prof Sarlito Wirawan, dunia dan peradaban manapun tidak pernah mengenal istilah remaja sampai abad 19. Remaja adalah kelas sosial yang diciptakan revolusi industri untuk kepentingan ekonomi dan politik.
Islam hanya mengenal istilah anak anak (sebelum aqilbaligh) dan pemuda (sesudah aqilbaligh), Secara biologis baligh ditandai dengan ihtilam pada anak lelaki dan haidh pada anak perempuan. Maka diharapkan kedewasaan psikologis, sosial, emosional juga bisa tiba bersamaan, agar jelas posisinya bahwa bukan anak anak lagi ketika aqilbaligh, Mengapa? Karena ketika aqil dan baligh bersamaan maka wajib memikul beban syariah dan statusnya sudah setara dengan orangtuanya. Maka peran orangtua ketika anak anaknya sudah jadi pemuda tentulah sebagai teman atau partner, ya karena sudah setara.
Cuma sayangnya banyak anak yang sudah baligh di usia 11-12 ternyata aqilnya ketika kelar kuliah di usia 22 – 24. Inilah sumber konflik dan masalah.
Jika di usia 0-7 peran orangtua sebagai fasilitator, usia 7 – 10 sebagai guide, usia 10- 15 sebagai coach/pembimbing akhlak/bakat, maka di usia di atas 15 peran orangtua sebagai Partner.
Ingat bahwa usia >15, anak anak kita, bukan anak anak lagi. Kesalahan terbanyak dan terbesar orangtua adalah terus menganggap dan memperlakukan mereka sebagai anak anak.
Sejak usia 14-15 ini sesungguhnya mereka sudah setara dengan kedua orangtuanya dalam syariah maupun status orangdewasa di masyarakat, walau baru punya KTP di usia 17.
Maka karena sudah “dewasa” mereka akan “susah diatur”, ini wajar. Tidak ada orang dewasa yang suka diatur. Mereka senang berkumpul dengan kelompoknya, ini wajar. Setiap orang dewasa akan punya “geng” atau jamaah yg sesuai minat dan pengakuan eksistensi sosial mereka. Dan seterusnya.
Karenanya, jika pendidikan tidak dipersiapkan agar dewasa psikologis, sosial, finansial dll tepat mandiri di usia 15, akan ada banyak masalah dan konflik. Misalnya tdak mau diatur, tapi tidak mampu mengatur dirinya sendiri. Suka ngegeng tapi bukan geng produktif dll. Suka menghabiskan sumberdaya tapi sama sekali tidak produktif.
Sebuah jurnal psikologi thn 2012, merekomendasikan para orangtua bersikap terhadap usia 15 ke atas sbb ;
1. Hentikan obrolan yang menganggap mereka anak anak
2. Kurangi tugas2 rutin rumah seperti cuci piring, mengepel dll, tetapi perbanyak tugas2 sosial untuk aktualisasi diri mereka seperti gerakan hijau, berdakwah, gerakan sosial, bukakan rekening dan bikinkan passport dan visa, magangkan kerja di perusahaan sendiri atau kolega, dll
3. Raja tega. Kalau melihat mereka masih seperti anak2, keenakan menjadi benalu di rumah, tidak fokus pada masa depan dll, maka “usir” mereka untuk mandiri, dorong untuk rantau, inapkan di tempat orang2 sholeh yang produktif di sosial dan bisnis dll Jika masih dinafkahi, beri mereka tekanan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kurangi subsidi dari 50% sampai zero.
4. Tetap cinta, tetap dorong tapi jangan merusak kedewasaan mereka dengan memfasilitasi banyak hal. Ingat bahwa secara syariah mereka telah aqilbaligh dan pemuda pria muslim tidak wajib dinafkahi lagi. Kita dilarang meninggalkan generasi lemah di belakang kita.
5. Jadikan mereka partner bisnis, partner dakwah, partner dalam perjuangan ayahbunda mewujudkan misi keluarga (tiap keluarga beda)
โ
Tanya :
Ternyata salah faham ya slama ini dan ilmu baru buat kita smua, Bahwa aqil dan baligh adalah berbeda, mohon koreksinya ustad atas per nyataan saya bahwa aqil dan baligh berbeda, Apakah arti secara harfiahnya ustad ?
Jawab :
Aqil dan baligh memang berbeda
baligh artinya telah sampai (ini nature, alamiah)
aqil artinya telah beraqal (ini perlu pendidikan, nurture), secara istilah baligh adalah kedewasaan biologis
secara istilah aqil adalah kedewasaan selain biologis (psikologis, finansial, sosial, emosional dll)
keduanya adalah syarat seseorang dibebankan syariah.
jadi kalau tidak kita didik aqilnya, agar aqil dan baligh memenuhi syarat memikul syariah, lalu buat apa kita ajarkan sholat, puasa, zakat. alQuran dll.
โ
Tanya :
Bagaimana menumbuhkan kecintaan beribadah pada anak usia 7-9 tahun tanpa paksaan dan tanpa mereka di takuti neraka dan dosa ?
Jawab
Bunda yang baik,
Golden Age bagi pembangkitan fitrah keimanan atau aqidah, idealnya di usia 0-7 tahun. Di usia 0-7 tahun, alam bawah sadar anak anak masih terbuka, imaji imaji sedang berada pada puncaknya. Kita bisa bangkitkan gairah cinta dan ridha anak anak kita pada Allah, pada RasulNya, pada Kebenaran, dll secara alamiah lebih efektif di usia 0-7. Karenanya Rasulullah SAW mendidik cucunya agar cinta Sholat dengan membiarkan menunggangi beliau hingga puas, sehingga cucunya punya imaji indah tentang sholat “wow sholat keren banget”. Jadi mendidik sholat bukan dengan bacaan ketat dan tata tertib kaku yang membuat anak tegang atau trauma. Jika anak sudah cinta sholat di usia 0-7 maka ketika disampaikan sholat sebagai perintah di usia 7 dia akan menyambut suka cita dan mendalaminya sendiri semua terkait rukun dsbnya..
Secara metode, fitrah keimanan dibangkitkan dengan keteladanan dan atmosfir keshalehan. Ini berlaku untuk semua usia. Sholat adalah indikator perkembangan fitrah keimanan. Jika sholatnya bergairah maka fitrah keimanannya juga bergairah, jika sholatnya terpaksa atau sekedar menggugurkan kewajiban atau takut pd ortu, maka begitulah nasib fitrah keimanan.
Fitrah keimanan ini sudah ada sejak lahir, ketika Allah meminta persaksian kpd setiap manusia di alam rahim, “Bukankah Aku Robbmu”, lalu kita semua berkata “Benar, sungguh kami bersaksi”.
Jadi sesunggunya tinggal dibangkitkan saja, Namun jika sampai usia 7 ketika diperintah Shalat nampak tidak bergairah, ayah bunda harus segera mencari akar masalahnya, jangan menginterogasi ya, tetapi berdialog. Ada kemungkinan fitrah keimanannya tertutupi sesuatu, misalnya guru agama di TK galak, atau salah persepsi tentang sholat sebagai sesuatu yang memberatkan. Saya pernah melihat di sebuah PAUD dan SD, gurunya nampak malas malasan mengajak anak anak sholat, ada juga yang ketus dan menegangkan, Nah please check.
Fitrah keimanan sejatinya memang seperti keimanan, hanya butuh keteladanan dan suasana yang menyenangkan dan memotivasi kebahagiaan, tidak membutuhkan pemaksaan.
Jika masih dipaksa atau terpaksa, maka ada yang salah dengan prosesnya. Silahkan check dan ulangi prosesnya.
โ
Tanya :
Ustadz ..benarkan dalam mendidik anak perlakukan seperti ini.. anak 0-7 tahun perlakukan mereka seperti raja.. 7-14 tahun perlakukan seperti tawanan dan 14-21 tahun seperti teman..
Jawab :
Bunda, itu adalah ucapan Sayidina Ali,
Secara matan tidak bertentangan dengan AlQuran maupun Sains perkembangan.
Namun perlu dicatat bahwa kewajiban mendidik ayah bunda pada anak anaknya telah berakhir ketika anak anak sudah AqilBaligh, karenanya perlakuan setelah aqilbaligh (14-15) sebagai partner atau kolega atau teman, Yang saya gali dari pendidikan Islam, justru titik kritis mendidik ada di usia pre aqilbaligh, di usia 11-15 tahun. Ini fase terberat sepanjang masa anak anak, karena mereka harus aqil ketika baligh, jika tidak ingin menjadi bocah berkepanjangan
โ
Tanya :
Bagaimanakah petikan kata kata sayidina ali sesungguhnya ustad karna gita sering dengar bahwa fase kedua adalah prajurit bukan tawanan, Dan fase ketiga adalah penasehat ?
Jawab :
Saya sendiri sebenarnya tidak memakai Atsar ini,
saya menggali dari Sirah dan AlQuran lalu Sains
sehingga diperoleh angka 0,2,7,10, 14
lalu saya melihat 0-2 menyusui
2-7 Nabi SAW dirawat oleh Halimah. Bermain, Bahasa Ibu, Belajar bersama Alam, Beternak, Menaiki Bukit dll (Ortu sebagai Fasilitator)
7-10 Nabi SAW dirawat oleh Paman dan Ummu Aiman. Belajar Bermasyarakat dan sosial (Guide)
11-14 Nabi SAW ikutmagang bersama Pamannya. Belajar bersama Maestro (Coach)
15 Nabi SAW sudah mandiri. Begitupula para Sahabat2 Muda seperti Usamah ra mandiri di usia ini.
โ
Tanya :
Saya tinggal di jepang saat ini, dimana muslim minoritas, saya sangat khawatir terhadap pendidikan putri saya kelak..apakah akan memudar dan hilang..mohon pencerahan ustad ?
Jawab :
Bunda di Jepang, semoga bunda tetap tenang dan rileks.
Saya sarankan jika masih di bawah usia 14-15 sebaiknya fokus di HomeEducation atau sampai Aqil (mampu dan konsisten memilih kebenaran). Silahkan pertimbangkan potensi sekitarnya. Jika banyak kearifan yang sejalan dengan syariah tidak ada masalah. Biasanya kearifan selalu baik, tetapi ada kebiasaan setempat yang buruk. Jika imunitas internal anak cukup tidak masalah, tetapi jika “virusnya” eksternal terlalu banyak bisa terpapar parah.
Lingkungan dan pergaulan besar pengaruhnya memang benar, tetapi semua tergantung kekuatan internal anak anak kita untuk imun dan istiqomah. Nah, syaratnya sudah Aqil (dewasa psikologis, sosial, emsional, spiritual dll).
Hari ini anak anak bisa terkoneksi dengan komunitas “seiman”, memilah milah mana yang produktif dan mana yang beresiko merusak. Jadi lakukan perencanaan dan pertimbangan mendalam.
โ
Tanya :
Ustad memang lingkungan sangat berpengaruh terhadap Karakter anak…namun menurut ustad ilmu apakah yg harus di kuasai oleh seorang ibu sebagai madrasah pertama bagi anak anaknya ?
Jawab :
Bunda yang baik,
Mendidik anak adalah Sains and Art.
Ilmu penting, tetapi Seni juga penting.
Banyak yang paham tapi tidak tidak tahu seni menerapkannya. Banyak hadir dalam pelatihan dan seminar parenting, akhirnya seperti efek bulan madu, hanya semangat beberapa pekan atau bulan lalu “kacau” lagi dan galau lagi.
Tidak setiap tips parenting berhasil pada sebuah keluarga berhasil pada keluarga lain, karena tiap keluarga berbeda dan unik.
Ilmu yang utama adalah Yakin dan Syukur terhadap Fitrah Anak Anak kita.
Ilmu yang kedua adalah Shabar dan Optimis mengerami fitrah anak anak kita agar menetas indah sempurna, harum mewangi menebar manfaat dan rahmat bagi peradaban yang lebih baik. Karenya kita harus menggali apa itu fitrah, mengapa Allah memberikan fitrah pada anak anak kita, mengapa Rasulullah SAW mengatakan setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah dan lingkungan serta orangtuanya lah yang merubahnya menjadi nasrani, yahudi maupun majusi. Mengapa orangtua tidak dikatakan merubah fitrah anak anaknya menjadi
Islam, mengapa?
Karena mendidik bukan menjejalkan, bukan banyak mendikte, bukan banyak intervensi, bukan lebay obsesif, atau lalai pesimis dstnya, tetapi mendidik adalah menemani anak anak kita membangkitkan fitrah (inside out). Ya kita hanya menemani semata, semua potensi baik sudah tersedia.
Nah jika ini sudah kita pahami dan hayati baik baik, maka langkah berikutnya akan ringan.
โ
๐ทTanya :
Ustadz banyak orang tua yang mengambil jalan pintas jika mendapati anak nya susah diatur kemudian dikirim ke pesantren, apakah salah atau yg seharus nya seperti apa?
๐Jawab :
Saudari yang baik,
Pesantren dalam arti homestay atau menitipkan anak pada “keluarga” shalih dengan sosok ayah ibu lengkap, ada haditsnya. Anak anak di atas 7 tahun, bahkan sampai aqilbaligh memerlukan keteladanan di luar rumah, salah satunya dengan HomeStay. Seperti menginap sepekan bahkan sampai beberapa bulan.
Tetapi pesantren dalam arti mengasramakan (boarding) tidak ada rujukan dalilnya dalam Islam.
Pesantren dalam arti boarding, boleh saja asal anak sudah aqilbaligh (>14-15 tahun), sudah memiliki keinginan dan bakat yang jelas. Ke pesantren karena aqalnya sudah sempurna, karena ingin mendalami ilmu tertentu atas keinginan sendiri dstnya.
Sebelum aqilbaligh, kami tidak merekomendasikan memboarding schioolkan anak, apalagi menjadikan pesantren layaknya Shaolin Temple, menitipkan anak nakal supaya jadi “rahib”. Ini cara berfikir dan tradisi kependetaan agama budha dan gereja.
Anak remaja “nakal” di pesantren tidak menyelesaikan masalah, mereka akan merasa dibuang. Apalagi jika modelnya boarding, tanpa sosok ayahbunda utuh, hanya senior per group. Kasus2 bully, narkoba, depresi, bunuhdiri, sampai homoseksual sudah dipahami luas banyak terjadi dalam model boarding school. Tapi kasusnya disimpan erat erat di bawah karpet, mohon maaf, krn menyangkut nama baik agama dan pesantren. Ini bukan
kasus di Indonesia saja, hampir kebanyakan model boarding school mengalami hal ini, apabila yang dikirim adalah anak anak yang belum matang, belum aqilbaligh, terpaksa atau dikarantina.
โ
๐ทTanya :
Maaf ustad klo sudah menjdi “nakal” bagaimana kita menemaninya?
๐Jawab :
Remaja, berarti baligh namun belum aqil, kalau belum aqil, sebaiknya tidak diboarding, akan tambah parah umumnya. Jika bisa di homestaykan pada sosok yang akhlaknya baik dan bakatnya sesuai remaja tsb. begini, filosofinya adalah tidak ada seorangpun anak yang diciptakan nakal dan jahat oleh Allah SWT.
tidak ada seorangpun anak yang berdoa agar jadi nakal dan jahat apalagi ingin masuk neraka, yang ada adalah kita tidak pernah mengenalnya dengan sebaik baiknya, kita malas menggali “sisi cahaya” nya, lebih suka menonjolkan “sisi kegelapan” nya. Hampir semua masyarakat di dunia sejak perang dunia ke dua kena syndrome ini. Begitupula pada anak anak kita sendiri, apalagi anak orang lain.
โ
๐ทTanya :
Berarti mindset kita yg salah sebagai orangtua pun harus di perbaiki ya ustadz?
๐Jawab :
ya memang syarat mendidik adalah fitrah ayahbunda nya harus di “suci” kan dulu, dikembalikan kepada fitrahnya sebagai orangtua. Agar nyambung fitrah baik anak anaknya dengan fitrah baik ortunya. Klop.
Jika tidak, maka fitrah buruk ortunya akan merusak fitrah baik anak anaknya.
Tapi kabar baiknya, ketika seseorang diamanahi anak, maka sesungguhnya Allah penuhi dadanya dengan hikmah yang banyak. Orangtua yg obesif, lalai, tidak yakin pada potensi anaknya, sibuk menambal kelemahan anaknya sementara membiarkan kekuatan anaknya, dstnya apalagi sampai membenci anaknya, menyakiti dll adalah gejala fitrah orangtua yang “menyimpang”.
โ
๐Tanya :
Ustad apabila ada seorang anak usia 8 thn. Tinggal bersama nenek dan kakeknya yg mngalami masalah komunikasi yg pelik dan tidak kondusif bagaimana seharusnya ayah dan ibunya lakukan ?
๐ทJawab :
Perihal anak usia 8 tahun yang tinggal sama nenek dan kakeknya, ini sebenarnya sangat zhalim ya sama orangtua, walau kakek nenek mungkin seneng2 aja dititipi. Tetapi ingat kakek nenek ini bukan usia nya lagi untuk mendidik, mereka hanya ada rasa sayang, terutama jika sudah uzur.
Alasan klasik umumnya karena ayahbundanya bekerja.
Saran saya, penuhilah panggilan Allah untuk mendidik anak sendiri, maka Allah akan memampukan kita. Jangan khawatir kekurangan rezqi. Jika fitrah anak anak kita menyimpang, mohon maaf, recovery nya susah, belum tentu tuntas seumur hidupnya. Semua pakar pendidikan, psikolog, parenting dll tidak pernah ada yang merekomendasikan menyerahkan pendidikan anak kepada siapapun sampai anak siap mandiri atau mencapai aqilbaligh di usia 14-15.
โ
๐ทTanya :
Ustad, mohon maaf ..
Keadaannya tidak demikian , kebingungan yang dimiliki orang tua adalah ketika orang tua saya, bercerai, tinggal satu rumah, tidak berbicara satu sama lain ..
Disisi lain, saya menyelamatkan anak saya Dari keadaan yang sangat tidak kondusif ..
Kebingungan ini yang akhirnya saya memutuskan untuk menyelamatkan anak saya dari keadaan ..
Saya tidak ingin kemudian hari anak saya menjadi tidak sehat kehidupannya ..
Bagaimana menurut ustad ?
Saya, adalah anak, juga orang tua .. Kebingungan ini yang akhirnya membuat saya dan suami memutuskan demikian ..
Again, keadaan realita tidak seindah apa yang ustad utarakan ..
Saya bingung ustad ..
Syukron ๐๐ผ
๐Jawab :
ya mohon maaf, saya tidak mengetahui kedalaman masalahnya, latar belakang yang baru bunda ceritakan dsbnya. Namun intinya sosok ayah ibu yang baik harus ada sepanjang hidup anak sejak 0-15 tahun. Sosok orang2 yang ada di sekitar anak sangat berperan dalam membangun imaji2nya tentang dirinya, ttg masyarakatnya, ttg alamnya bahkan tentang Allah. Setiap imaji negatif akan membuat luka persepsi, dan setiap luka persepsi akan membentuk pensikapan yang buruk ketika dewasa kelak. Kebahagiaan di masa kecil akan membentuk kepribadiannya kelak. Karenanya jika lingkungannya tidak kondusif, bahkan buruk wajib hijrah dengan segera.
Kebingunan bunda juga bisa berpengaruh terhadap perkembangan psikologis ananda, ingat bahwa anak amat perasa dan pengamat yg jeli.
Barangkali teman2 di group ini bisa bersama memberikan solusinya ?
๐ทJazakumullah khairan katsiran ustad. Mudah mudahan bisa sedikit memberi solusi. Jika ustad ada kelapangan waktu lagi smoga kiranya berkenan kembali berbagi kepada kami.
๐Jawab :
InshaAllah, ini keberkahan buat kita semua kan, saling berbagi, saling menasehati
๐ทSyukron ustad ๐๐ผ
๐Jawab :
๐ mohon maaf jika ada yang tidak berkenan, saya semata2 menyampaikan pemahaman dan pengalaman, Jazakumullah, kehormatan buat saya hadir bersama para Ibu peradaban ๐๐ Tetap yakin dan syukur, shabar dan optimis, tenang dan istiqomah ya dalam mendidik anak anak kita., pada khalifah cilik di rumah kita. Wassalamualaikum wr wb
๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐๐ธ ๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐๐ธ
RESUME Kajian tgl.5 november 2015, Ustd. Harry santosa
๐Bismillahirrahmanirrahiem…
malam ini barangkali kita berdiskusi rileks saja ya, untuk mendengar pengalaman dan curhat bunda sekalian dalam keseharian mendidik anak anak, lalu kita belajar bersama menemukan dan menggali hal hal mendasar yang sering kita lupakan dalam menjalani peran sebagai orangtua sehingga sering mengundang berbagai masalah dalam mendidik yang semestinya tidak perlu terjadi.
Anak anak kita sesungguhnya bukan milik kita, dan bukti bahwa kita bukan yang menciptakan mereka adalah bahwa kita tidak pernah tahu apa sesungguhnya “purpose” anak anak kita di muka bumi. Barangkali anak kita lahir dengan perencanaan dan mungkin juga banyak yang lahir tanpa perencanaan. Tetapi Allah SWT pasti punya rencana/purpose terhadap kelahiran anak anak kita di muka bumi. Maka tugas kita adalah menemani anak anak kita menemukan alasan keberadaannya di muka bumi. Semua alasan keberadaan anak anak di muka bumi pada galibnya sebenarnya nampak dari sifat bawaan atau karakteristiknya sejak lahir. Inilah yang terekam dalam fitrah tiap anak, kami menyebutnya fitrah bakat. Dalam konsep Islam tidak ada anak yang lahir seperti piring kosong atau kertas kosong, tetapi mereka lahir sudah terinstal fitrah, diantaranya fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat, fitrah gender, fitrah estetika, fitrah perkembangan dstnya. Maka pendidikan sesungguhnya adalah proses menemani anak anak kita untuk membangkitkan semua fitrahnya itu agar mencapai peran peradaban atau puspose penciptaan Allah SWT.
Amanah pendidikan fitrah anak ini khusus dibebankan kepada orangtua dan akan ditanya dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Karenanya pendidikan anak tidak boleh didelegasikan dan dioutsource kepada siapapun.
Ini pengantar dari saya, silahkan bertanya atau menambahkan atau menanggapi ๐๐
โ
๐ทTanya :
Ustad bagaimana karakteristik dominan anak usia 7-8 thn dan bagaimana cara menghadapi usia tsb?
๐Jawab :
Bunda yang baik,
Sebelumnya mohon maaf, saya masih sering menemukan kata2 tidak ramah fitrah dalam mendidik anak, misalnya “bagaimana menghadapi”, “bagaimana mengatasi”, “bagaimana menangani”, “bagaimana mengisi” dstnya.
Sekali lagi mohon maaf, kata kata ini sebenarnya banyak dipengaruhi oleh pendekatan negatif, bahwa anak anak kita kosong, kurang, rentan, lemah dstnya. ๐๐
Akibatnya, dalam merancang pendidikan anak anak kita, nanti kita lebih cenderung mendominasi, mengintervensi, mendikte, dll yang ujungnya adalah obsesif, panik dan stress sendiri.
Sesungguhnya anak anak akan bersikap sebagaimana kita memandang mereka, begitu bukan?
Maka bahasanya mulai kita rubah menjadi bagaimana menemani, bagaimana mendorong (encourage), bagaimana berempati, bagaimana mendengar dengan telinga, hati, dan kaki atas keunikan cara merasa, cara berfikir, cara bertindak anak anak kita dstnya.
Bahasa seperti ini lebih menenangkan dan full syukur dan ridha, ketimbang bahasa2 negatif yang kita sering dengar dari dunia persekolahan.
Sejak Uisa 7 tahun, anak kita sudah mulai bergeser dari dominan ego sentris, perlahan ke sosio sentris. Setelah pada usia sebelumnya, dirinya adalah pusat semesta, kini anak anak mulai menyadari bahwa dirinya adalah makhluk sosial, ada dunia di luar dirinya, baik alam, manusia maupun Tuhan. Karenanya di usia ini anak mulai punya tanggungjawab sosial secara bertahap. Mereka harus mulai menyadari bahwa ada hukum dan konsekuensi di alam sekitarnya.
Karenanya secara syariah, sholat mulai dikenalkan sebagai perintah pada usia ini.
Usia 7- 10 adalah golden age bagi perkembangan fitrah belajar, maka anak anak di usia ini sangat suka belajar terutama eksplorasi di alam terbuka, suka petualangan dsbnya.
Peran ortu pada tahap ini adalah sebagai Guide.
Kedekatan pada usia 7-10, anak lelaki didekatkan ke ayah, krn ada peran2 sosial spt sholat berjamaah dll yang “lelaki banget”.
Sementara anak perempuan didekatkan ke bunda dengan alasan yang sama.
โ
๐ท Tanya :Menghadapi anak yg mulai beranjak remaja membuat orangtua belajar menjadi temannya…sampai batas dimana kita bertindak sebagai orangtua dan sampai batas mana kita bertindak sebagai teman ?
๐ Jawab :
Bunda yang baik,
Sesungguhnya Istilah remaja (adolescence / Teenager) tidak pernah dikenal Islam, bahkan menurut Prof Sarlito Wirawan, dunia dan peradaban manapun tidak pernah mengenal istilah remaja sampai abad 19. Remaja adalah kelas sosial yang diciptakan revolusi industri untuk kepentingan ekonomi dan politik.
Islam hanya mengenal istilah anak anak (sebelum aqilbaligh) dan pemuda (sesudah aqilbaligh), Secara biologis baligh ditandai dengan ihtilam pada anak lelaki dan haidh pada anak perempuan. Maka diharapkan kedewasaan psikologis, sosial, emosional juga bisa tiba bersamaan, agar jelas posisinya bahwa bukan anak anak lagi ketika aqilbaligh, Mengapa? Karena ketika aqil dan baligh bersamaan maka wajib memikul beban syariah dan statusnya sudah setara dengan orangtuanya. Maka peran orangtua ketika anak anaknya sudah jadi pemuda tentulah sebagai teman atau partner, ya karena sudah setara.
Cuma sayangnya banyak anak yang sudah baligh di usia 11-12 ternyata aqilnya ketika kelar kuliah di usia 22 – 24. Inilah sumber konflik dan masalah.
Jika di usia 0-7 peran orangtua sebagai fasilitator, usia 7 – 10 sebagai guide, usia 10- 15 sebagai coach/pembimbing akhlak/bakat, maka di usia di atas 15 peran orangtua sebagai Partner.
Ingat bahwa usia >15, anak anak kita, bukan anak anak lagi. Kesalahan terbanyak dan terbesar orangtua adalah terus menganggap dan memperlakukan mereka sebagai anak anak.
Sejak usia 14-15 ini sesungguhnya mereka sudah setara dengan kedua orangtuanya dalam syariah maupun status orangdewasa di masyarakat, walau baru punya KTP di usia 17.
Maka karena sudah “dewasa” mereka akan “susah diatur”, ini wajar. Tidak ada orang dewasa yang suka diatur. Mereka senang berkumpul dengan kelompoknya, ini wajar. Setiap orang dewasa akan punya “geng” atau jamaah yg sesuai minat dan pengakuan eksistensi sosial mereka. Dan seterusnya.
Karenanya, jika pendidikan tidak dipersiapkan agar dewasa psikologis, sosial, finansial dll tepat mandiri di usia 15, akan ada banyak masalah dan konflik. Misalnya tdak mau diatur, tapi tidak mampu mengatur dirinya sendiri. Suka ngegeng tapi bukan geng produktif dll. Suka menghabiskan sumberdaya tapi sama sekali tidak produktif.
Sebuah jurnal psikologi thn 2012, merekomendasikan para orangtua bersikap terhadap usia 15 ke atas sbb ;
1. Hentikan obrolan yang menganggap mereka anak anak
2. Kurangi tugas2 rutin rumah seperti cuci piring, mengepel dll, tetapi perbanyak tugas2 sosial untuk aktualisasi diri mereka seperti gerakan hijau, berdakwah, gerakan sosial, bukakan rekening dan bikinkan passport dan visa, magangkan kerja di perusahaan sendiri atau kolega, dll
3. Raja tega. Kalau melihat mereka masih seperti anak2, keenakan menjadi benalu di rumah, tidak fokus pada masa depan dll, maka “usir” mereka untuk mandiri, dorong untuk rantau, inapkan di tempat orang2 sholeh yang produktif di sosial dan bisnis dll Jika masih dinafkahi, beri mereka tekanan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kurangi subsidi dari 50% sampai zero.
4. Tetap cinta, tetap dorong tapi jangan merusak kedewasaan mereka dengan memfasilitasi banyak hal. Ingat bahwa secara syariah mereka telah aqilbaligh dan pemuda pria muslim tidak wajib dinafkahi lagi. Kita dilarang meninggalkan generasi lemah di belakang kita.
5. Jadikan mereka partner bisnis, partner dakwah, partner dalam perjuangan ayahbunda mewujudkan misi keluarga (tiap keluarga beda)
โ
๐ทTanya :
Ternyata salah faham ya slama ini dan ilmu baru buat kita smua, Bahwa aqil dan baligh adalah berbeda, mohon koreksinya ustad atas per nyataan saya bahwa aqil dan baligh berbeda, Apakah arti secara harfiahnya ustad ?
๐Jawab :
Aqil dan baligh memang berbeda
baligh artinya telah sampai (ini nature, alamiah)
aqil artinya telah beraqal (ini perlu pendidikan, nurture), secara istilah baligh adalah kedewasaan biologis
secara istilah aqil adalah kedewasaan selain biologis (psikologis, finansial, sosial, emosional dll)
keduanya adalah syarat seseorang dibebankan syariah.
jadi kalau tidak kita didik aqilnya, agar aqil dan baligh memenuhi syarat memikul syariah, lalu buat apa kita ajarkan sholat, puasa, zakat. alQuran dll.
โ
๐ทTanya :
Bagaimana menumbuhkan kecintaan beribadah pada anak usia 7-9 tahun tanpa paksaan dan tanpa mereka di takuti neraka dan dosa ?
๐Jawab
Bunda yang baik,
Golden Age bagi pembangkitan fitrah keimanan atau aqidah, idealnya di usia 0-7 tahun. Di usia 0-7 tahun, alam bawah sadar anak anak masih terbuka, imaji imaji sedang berada pada puncaknya. Kita bisa bangkitkan gairah cinta dan ridha anak anak kita pada Allah, pada RasulNya, pada Kebenaran, dll secara alamiah lebih efektif di usia 0-7. Karenanya Rasulullah SAW mendidik cucunya agar cinta Sholat dengan membiarkan menunggangi beliau hingga puas, sehingga cucunya punya imaji indah tentang sholat “wow sholat keren banget”. Jadi mendidik sholat bukan dengan bacaan ketat dan tata tertib kaku yang membuat anak tegang atau trauma. Jika anak sudah cinta sholat di usia 0-7 maka ketika disampaikan sholat sebagai perintah di usia 7 dia akan menyambut suka cita dan mendalaminya sendiri semua terkait rukun dsbnya..
Secara metode, fitrah keimanan dibangkitkan dengan keteladanan dan atmosfir keshalehan. Ini berlaku untuk semua usia. Sholat adalah indikator perkembangan fitrah keimanan. Jika sholatnya bergairah maka fitrah keimanannya juga bergairah, jika sholatnya terpaksa atau sekedar menggugurkan kewajiban atau takut pd ortu, maka begitulah nasib fitrah keimanan.
Fitrah keimanan ini sudah ada sejak lahir, ketika Allah meminta persaksian kpd setiap manusia di alam rahim, “Bukankah Aku Robbmu”, lalu kita semua berkata “Benar, sungguh kami bersaksi”.
Jadi sesunggunya tinggal dibangkitkan saja, Namun jika sampai usia 7 ketika diperintah Shalat nampak tidak bergairah, ayah bunda harus segera mencari akar masalahnya, jangan menginterogasi ya, tetapi berdialog. Ada kemungkinan fitrah keimanannya tertutupi sesuatu, misalnya guru agama di TK galak, atau salah persepsi tentang sholat sebagai sesuatu yang memberatkan. Saya pernah melihat di sebuah PAUD dan SD, gurunya nampak malas malasan mengajak anak anak sholat, ada juga yang ketus dan menegangkan, Nah please check.
Fitrah keimanan sejatinya memang seperti keimanan, hanya butuh keteladanan dan suasana yang menyenangkan dan memotivasi kebahagiaan, tidak membutuhkan pemaksaan.
Jika masih dipaksa atau terpaksa, maka ada yang salah dengan prosesnya. Silahkan check dan ulangi prosesnya.
โ
๐ทTanya :
Ustadz ..benarkan dalam mendidik anak perlakukan seperti ini.. anak 0-7 tahun perlakukan mereka seperti raja.. 7-14 tahun perlakukan seperti tawanan dan 14-21 tahun seperti teman..
๐Jawab :
Bunda, itu adalah ucapan Sayidina Ali,
Secara matan tidak bertentangan dengan AlQuran maupun Sains perkembangan.
Namun perlu dicatat bahwa kewajiban mendidik ayah bunda pada anak anaknya telah berakhir ketika anak anak sudah AqilBaligh, karenanya perlakuan setelah aqilbaligh (14-15) sebagai partner atau kolega atau teman, Yang saya gali dari pendidikan Islam, justru titik kritis mendidik ada di usia pre aqilbaligh, di usia 11-15 tahun. Ini fase terberat sepanjang masa anak anak, karena mereka harus aqil ketika baligh, jika tidak ingin menjadi bocah berkepanjangan
โ
๐ทTanya :
Bagaimanakah petikan kata kata sayidina ali sesungguhnya ustad karna gita sering dengar bahwa fase kedua adalah prajurit bukan tawanan, Dan fase ketiga adalah penasehat ?
๐Jawab :
Saya sendiri sebenarnya tidak memakai Atsar ini,
saya menggali dari Sirah dan AlQuran lalu Sains
sehingga diperoleh angka 0,2,7,10, 14
lalu saya melihat 0-2 menyusui
2-7 Nabi SAW dirawat oleh Halimah. Bermain, Bahasa Ibu, Belajar bersama Alam, Beternak, Menaiki Bukit dll (Ortu sebagai Fasilitator)
7-10 Nabi SAW dirawat oleh Paman dan Ummu Aiman. Belajar Bermasyarakat dan sosial (Guide)
11-14 Nabi SAW ikutmagang bersama Pamannya. Belajar bersama Maestro (Coach)
15 Nabi SAW sudah mandiri. Begitupula para Sahabat2 Muda seperti Usamah ra mandiri di usia ini.
โ
๐ทTanya :
Saya tinggal di jepang saat ini, dimana muslim minoritas, saya sangat khawatir terhadap pendidikan putri saya kelak..apakah akan memudar dan hilang..mohon pencerahan ustad ?
๐Jawab :
Bunda di Jepang, semoga bunda tetap tenang dan rileks.
Saya sarankan jika masih di bawah usia 14-15 sebaiknya fokus di HomeEducation atau sampai Aqil (mampu dan konsisten memilih kebenaran). Silahkan pertimbangkan potensi sekitarnya. Jika banyak kearifan yang sejalan dengan syariah tidak ada masalah. Biasanya kearifan selalu baik, tetapi ada kebiasaan setempat yang buruk. Jika imunitas internal anak cukup tidak masalah, tetapi jika “virusnya” eksternal terlalu banyak bisa terpapar parah.
Lingkungan dan pergaulan besar pengaruhnya memang benar, tetapi semua tergantung kekuatan internal anak anak kita untuk imun dan istiqomah. Nah, syaratnya sudah Aqil (dewasa psikologis, sosial, emsional, spiritual dll).
Hari ini anak anak bisa terkoneksi dengan komunitas “seiman”, memilah milah mana yang produktif dan mana yang beresiko merusak. Jadi lakukan perencanaan dan pertimbangan mendalam.
โ
๐ทTanya :
Ustad memang lingkungan sangat berpengaruh terhadap Karakter anak…namun menurut ustad ilmu apakah yg harus di kuasai oleh seorang ibu sebagai madrasah pertama bagi anak anaknya ?
๐Jawab :
Bunda yang baik,
Mendidik anak adalah Sains and Art.
Ilmu penting, tetapi Seni juga penting.
Banyak yang paham tapi tidak tidak tahu seni menerapkannya. Banyak hadir dalam pelatihan dan seminar parenting, akhirnya seperti efek bulan madu, hanya semangat beberapa pekan atau bulan lalu “kacau” lagi dan galau lagi.
Tidak setiap tips parenting berhasil pada sebuah keluarga berhasil pada keluarga lain, karena tiap keluarga berbeda dan unik.
Ilmu yang utama adalah Yakin dan Syukur terhadap Fitrah Anak Anak kita.
Ilmu yang kedua adalah Shabar dan Optimis mengerami fitrah anak anak kita agar menetas indah sempurna, harum mewangi menebar manfaat dan rahmat bagi peradaban yang lebih baik. Karenya kita harus menggali apa itu fitrah, mengapa Allah memberikan fitrah pada anak anak kita, mengapa Rasulullah SAW mengatakan setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah dan lingkungan serta orangtuanya lah yang merubahnya menjadi nasrani, yahudi maupun majusi. Mengapa orangtua tidak dikatakan merubah fitrah anak anaknya menjadi
Islam, mengapa?
Karena mendidik bukan menjejalkan, bukan banyak mendikte, bukan banyak intervensi, bukan lebay obsesif, atau lalai pesimis dstnya, tetapi mendidik adalah menemani anak anak kita membangkitkan fitrah (inside out). Ya kita hanya menemani semata, semua potensi baik sudah tersedia.
Nah jika ini sudah kita pahami dan hayati baik baik, maka langkah berikutnya akan ringan.
โ
๐ทTanya :
Ustadz banyak orang tua yang mengambil jalan pintas jika mendapati anak nya susah diatur kemudian dikirim ke pesantren, apakah salah atau yg seharus nya seperti apa?
๐Jawab :
Saudari yang baik,
Pesantren dalam arti homestay atau menitipkan anak pada “keluarga” shalih dengan sosok ayah ibu lengkap, ada haditsnya. Anak anak di atas 7 tahun, bahkan sampai aqilbaligh memerlukan keteladanan di luar rumah, salah satunya dengan HomeStay. Seperti menginap sepekan bahkan sampai beberapa bulan.
Tetapi pesantren dalam arti mengasramakan (boarding) tidak ada rujukan dalilnya dalam Islam.
Pesantren dalam arti boarding, boleh saja asal anak sudah aqilbaligh (>14-15 tahun), sudah memiliki keinginan dan bakat yang jelas. Ke pesantren karena aqalnya sudah sempurna, karena ingin mendalami ilmu tertentu atas keinginan sendiri dstnya.
Sebelum aqilbaligh, kami tidak merekomendasikan memboarding schioolkan anak, apalagi menjadikan pesantren layaknya Shaolin Temple, menitipkan anak nakal supaya jadi “rahib”. Ini cara berfikir dan tradisi kependetaan agama budha dan gereja.
Anak remaja “nakal” di pesantren tidak menyelesaikan masalah, mereka akan merasa dibuang. Apalagi jika modelnya boarding, tanpa sosok ayahbunda utuh, hanya senior per group. Kasus2 bully, narkoba, depresi, bunuhdiri, sampai homoseksual sudah dipahami luas banyak terjadi dalam model boarding school. Tapi kasusnya disimpan erat erat di bawah karpet, mohon maaf, krn menyangkut nama baik agama dan pesantren. Ini bukan
kasus di Indonesia saja, hampir kebanyakan model boarding school mengalami hal ini, apabila yang dikirim adalah anak anak yang belum matang, belum aqilbaligh, terpaksa atau dikarantina.
โ
๐ทTanya :
Maaf ustad klo sudah menjdi “nakal” bagaimana kita menemaninya?
๐Jawab :
Remaja, berarti baligh namun belum aqil, kalau belum aqil, sebaiknya tidak diboarding, akan tambah parah umumnya. Jika bisa di homestaykan pada sosok yang akhlaknya baik dan bakatnya sesuai remaja tsb. begini, filosofinya adalah tidak ada seorangpun anak yang diciptakan nakal dan jahat oleh Allah SWT.
tidak ada seorangpun anak yang berdoa agar jadi nakal dan jahat apalagi ingin masuk neraka, yang ada adalah kita tidak pernah mengenalnya dengan sebaik baiknya, kita malas menggali “sisi cahaya” nya, lebih suka menonjolkan “sisi kegelapan” nya. Hampir semua masyarakat di dunia sejak perang dunia ke dua kena syndrome ini. Begitupula pada anak anak kita sendiri, apalagi anak orang lain.
โ
๐ทTanya :
Berarti mindset kita yg salah sebagai orangtua pun harus di perbaiki ya ustadz?
๐Jawab :
ya memang syarat mendidik adalah fitrah ayahbunda nya harus di “suci” kan dulu, dikembalikan kepada fitrahnya sebagai orangtua. Agar nyambung fitrah baik anak anaknya dengan fitrah baik ortunya. Klop.
Jika tidak, maka fitrah buruk ortunya akan merusak fitrah baik anak anaknya.
Tapi kabar baiknya, ketika seseorang diamanahi anak, maka sesungguhnya Allah penuhi dadanya dengan hikmah yang banyak. Orangtua yg obesif, lalai, tidak yakin pada potensi anaknya, sibuk menambal kelemahan anaknya sementara membiarkan kekuatan anaknya, dstnya apalagi sampai membenci anaknya, menyakiti dll adalah gejala fitrah orangtua yang “menyimpang”.
โ
๐Tanya :
Ustad apabila ada seorang anak usia 8 thn. Tinggal bersama nenek dan kakeknya yg mngalami masalah komunikasi yg pelik dan tidak kondusif bagaimana seharusnya ayah dan ibunya lakukan ?
๐ทJawab :
Perihal anak usia 8 tahun yang tinggal sama nenek dan kakeknya, ini sebenarnya sangat zhalim ya sama orangtua, walau kakek nenek mungkin seneng2 aja dititipi. Tetapi ingat kakek nenek ini bukan usia nya lagi untuk mendidik, mereka hanya ada rasa sayang, terutama jika sudah uzur.
Alasan klasik umumnya karena ayahbundanya bekerja.
Saran saya, penuhilah panggilan Allah untuk mendidik anak sendiri, maka Allah akan memampukan kita. Jangan khawatir kekurangan rezqi. Jika fitrah anak anak kita menyimpang, mohon maaf, recovery nya susah, belum tentu tuntas seumur hidupnya. Semua pakar pendidikan, psikolog, parenting dll tidak pernah ada yang merekomendasikan menyerahkan pendidikan anak kepada siapapun sampai anak siap mandiri atau mencapai aqilbaligh di usia 14-15.
โ
๐ทTanya :
Ustad, mohon maaf ..
Keadaannya tidak demikian , kebingungan yang dimiliki orang tua adalah ketika orang tua saya, bercerai, tinggal satu rumah, tidak berbicara satu sama lain ..
Disisi lain, saya menyelamatkan anak saya Dari keadaan yang sangat tidak kondusif ..
Kebingungan ini yang akhirnya saya memutuskan untuk menyelamatkan anak saya dari keadaan ..
Saya tidak ingin kemudian hari anak saya menjadi tidak sehat kehidupannya ..
Bagaimana menurut ustad ?
Saya, adalah anak, juga orang tua .. Kebingungan ini yang akhirnya membuat saya dan suami memutuskan demikian ..
Again, keadaan realita tidak seindah apa yang ustad utarakan ..
Saya bingung ustad ..
Syukron ๐๐ผ
๐Jawab :
ya mohon maaf, saya tidak mengetahui kedalaman masalahnya, latar belakang yang baru bunda ceritakan dsbnya. Namun intinya sosok ayah ibu yang baik harus ada sepanjang hidup anak sejak 0-15 tahun. Sosok orang2 yang ada di sekitar anak sangat berperan dalam membangun imaji2nya tentang dirinya, ttg masyarakatnya, ttg alamnya bahkan tentang Allah. Setiap imaji negatif akan membuat luka persepsi, dan setiap luka persepsi akan membentuk pensikapan yang buruk ketika dewasa kelak. Kebahagiaan di masa kecil akan membentuk kepribadiannya kelak. Karenanya jika lingkungannya tidak kondusif, bahkan buruk wajib hijrah dengan segera.
Kebingunan bunda juga bisa berpengaruh terhadap perkembangan psikologis ananda, ingat bahwa anak amat perasa dan pengamat yg jeli.
Barangkali teman2 di group ini bisa bersama memberikan solusinya ?
๐ทJazakumullah khairan katsiran ustad. Mudah mudahan bisa sedikit memberi solusi. Jika ustad ada kelapangan waktu lagi smoga kiranya berkenan kembali berbagi kepada kami.
๐Jawab :
InshaAllah, ini keberkahan buat kita semua kan, saling berbagi, saling menasehati
๐ทSyukron ustad ๐๐ผ
๐Jawab :
๐ mohon maaf jika ada yang tidak berkenan, saya semata2 menyampaikan pemahaman dan pengalaman, Jazakumullah, kehormatan buat saya hadir bersama para Ibu peradaban ๐๐ Tetap yakin dan syukur, shabar dan optimis, tenang dan istiqomah ya dalam mendidik anak anak kita., pada khalifah cilik di rumah kita. Wassalamualaikum wr wb
๐ธ๐๐ธ